Rabu, 08 Februari 2012

Tradisi Gereja Ortodoks


Selayang Pandang

Tradisi Kristen Koptik di Mesir

 


Gereja Ortodoks Koptik adalah gereja pribumi Mesir. Gereja ini lahir sejak awal sejarah Kekristenan, diawali dari kedatangan Rasul Markus, murid Rasul Petrus sekaligus penerjemahnya, yang juga dikenal sebagai penulis Injil Markus. Markus mati syahid di Alexandria tahun 54 M, dan sejak saat itu Kekristenan berkembang pesat di "Negeri Firaun" itu.

Berbeda dengan gereja-gereja di wilayah Arab utara, khususnya Gereja Ortodoks Syria, yang sejak sebelum zaman Islam sudah menggunakan bahasa Arab, terbukti dari temuan-temua prasasti pra-Islam di wilayah Syria (Inskripsi Zabad tahun 512 M, Inskripsi Ummul Jimmal para abad VI M, dan inskripsi Hurran al-Lajja tahun 568 M),

Gereja Koptik mula-mula memakai bahasa Koptik. Tetapi setelah kedatangan Islam, Gereja Koptik di Mesir mulai memakai bahasa Arab, berdampingan dengan bahasa Koptik. Bahasa Koptik adalah bahasa zaman Firaun yang aksara-aksaranya diperbarui dengan meminjam aksara Yunani.

Perlu dicatat pula, di seluruh gereja Timur, termasuk Gereja Ortodoks Koptik, masih dilestarikan tata-cara ibadah dalam penghayatan budaya Kristen mula-mula.
Misalnya:
·        Shalat Tujuh Waktu (Sab'ush shalawat),
·        Shaum al-Kabir (Puasa Besar) pra-Paskah, selama minimal 40 hari,
·        Membaca Injil dengan cara dilantunkan secara tartil (dikenal dengan Mulahan Injil-yang paralel dengan Tilawat al-Qur'an, dan masih banyak lagi.

Anda bisa menyaksikan seorang pemuda yang komat-kamit membaca Kitab di tangannya sewaktu naik bus, atau kendaraan lain di Mesir. Siapakah mereka? Ternyata bukan hanya pemuda Islam yang membaca al-Qur'an, tetapi juga pemuda-pemuda Koptik dengan tatto Salib di tangan sedang membaca kitab Agabea. Itulah Kitab Shalat Tujuh waktu, yang tidak pernah mereka alpakan, juga ketika mereka sedang berkendara di jalan, sepulang kantor, atau berangkat ke kampus.

Informasi terakhir, meskipun orang Muslim atau orang Kristen di Mesir sama-sama berbahasa Arab, tetapi antara keduanya tetap bisa dibedakan. Idiom-idiom keagamaan mereka berbeda, tetapi juga tidak jarang pula sama atau paralel. Di koran-koran berbahasa Arab, ucapan bela sungkawa orang Kristen biasanya diawali ungkapan: Intiqala ila Amjadis samawat (Telah berpulang kepada Kemuliaan Surgawi), cukup mudah dibedakan dengan kaum Muslim: Inna Iillahi wa Inna Ilayhi Rajiun (Sesungguhnya semua karena Allah dan kepada-Nya pula semua akan kembali). Tapi ada banyak persamaan tradisi, misalnya: pertunangan, perkawinan, kematian, dan masih banyak lagi.


Tradisi Kristen Koptik


Tradisi untuk membaca Kitab Suci dengan tartil bukan hanya tradisi Islam, melainkan tradisi Timur Tengah (baik Yahudi maupun Kristen Timur) jauh sebelum lahirnya Islam. Sampai hari ini, gereja-gereja Timur (baik Gereja-gereja Ortodoks maupun Katolik ritus Timur) membaca Kitab Suci yang tidak jauh berbeda.

Bedanya, dalam Islam diawali dengan rumusan Basmalah :
Bismillahi rahmani rahim (Dengan Nama Allah Yang Pengasih dan Penyayang),
sedangkan dalam Kristen dengan membuat tanda salib dan berkata:
Bismil Abi wal Ibni wa Ruhil Quddus al-Ilahu Wahid, Amin (Dengan Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah Yang Maha Esa, Amin).

Kata "shalat", di Mesir dan di negara-negara Arab yang di dalamnya umat Islam dan Kristen hidup bersama-sama, bukan merupakan terma eksklusif Islami. Jadi berbeda dengan negara-negara Muslim non-Arab.

Orang-orang Kristen Koptik juga mengenal waktu-waktu shalat yang tujuh kali sehari. Waktunya sama dengan shalat Islam, ditambah dengan "shalat jam ketiga" (kira-kira jam 09.00 pagi, untuk memperingati turunnya Roh Kudus, Kis. 2:15), dan jam 24.00 tengah malam, yang dikenal dengan, shalat Nishfu Lail (tengah-malam)
Lima waktu shalat selebihnya untuk mengenal Thariq al-Afam (Via Dolorosa) atau jam-jam sengsara Kristus.

Lebih jelasnya, kala shalat, jauh sebelum zaman Islam kata ini sudah dipakai dalam bentuk Aram tselota. Menariknya, waktu-waktunya memang sama dengan Islam (Subuh, Dhuhr, Asyar, Maghrib dan Isya), dan dua sisanya sejajar dengan salat sunnah Dhuha dan Tahajjud. Meskipun demikian, istilah, untuk waktu-waktu salat tersebut berbeda, dan waktu-waktu doa ini mempunyai makna teologis terkait dengan jam-jam sengsara Yesus Kristus (Thariq al-Afam) sebagai berikut:

1.      "Salat jam pertama" (Shalat as Saat al-Awwal),
kira-kira jam 06.00 pagi waktu kita, untuk mengenang saat kebangkitan Kristus Isa Al-Masih) dari antara orang mati (Markus16:2).

2.      "Salat jam ketiga" (Shalat as-Sa'at ats-Tsalitsah),
kira-kira jam 9 pagi, yaitu waktu pengadilan Kristus dan turunnya Roh Kudus (Markus 15:25; Kisah 2:15).

3.      "Salat jam keenam" (Shalat as-Sa'at as-Sadi-sah),
kira-kira jam 12 siang, yaitu waktu penyaliban Kristus (Markus 15:33, Kisah 3:30).

4.      "Salat jam kesembilan" (Shalat as-Saat at Tasiah),
kira-kira jam 3 petang, untuk mengenang kematian Kristus (Markus 15:33,38; Kisah 3:1);

5.      "Salat Terbenamnya Matahari" (Shalat al-Ghurub),
yaitu waktu penguburan jasad Kristus (Markus15:42).

6.      "Salat waktu tidur" (Shalat ai-Naum),
untuk mengenang terbaringnya tubuh Kristus; dan

7.      "Salat Tengah Malam" (Shalat as-Satar atau Shalat Nishfu al-Layl)
adalah jam berjaga-jaga akan kedatangan Kristus (Isa Al-Masih) yang kedua kalinya (Wahyu 3:3).

Salat Tujuh waktu (As-Sab'u Shalawat) ini, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. Mengapa? Karena praktek doa ini, khususnya seperti yang dipelihara di biara-biara, sudah ada jauh sebelum zaman Islam. "Kanonisasi (waktu-waktu) salat" (Shalat al-Fardhiyah), sudah mulai dilakukan dalam sebuah dokumen gereja kuno berjudul Al-Dasquliyyat atau Ta'alim ar-Rusul yang editing terdininya dikerjakan oleh St.Hypolitus pada tahun 215 M.

TRADISI LAINNYA


Tentang Nama


Nama Girgis (arabisasi dari nama George, seorang santo atau al-qidis, yang sangat populer di Gereja-gereja orthodoks), Butros (arabisasi dari Petrus) dan nama-nama dalam bahasa Yunani, Ibrani atau Koptik, orang-orang Kristen Arab bisa juga memakai nama-nama Arab sebelum dan sesudah Islam.

Biasanya, nama-nama Kristen Arab misalnya: Abdul Masih (Hamba Kristus), Abdul Fadi (Hamba Sang Penebus), cukup mudah dibedakan dengan nama-nama Arab Muslim: Abdul Aziz, Ramadhan, Mahmud, Ahmad, Ashraf dan sebagainya.
Tetapi nama-nama seperti Abdullah (Hamba Allah), Ibrahim, Ishak, Mukmin, dan masih banyak lagi, adalah nama-nama netral yang dipakai baik orang Kristen maupun Islam

Tradisi Tattoo


Munculnya tradisi tattoo salib di tangan, pertama kali berasal dari masa penganiayaan. Tanda itu menjadi semacam kode sesama umat Kristen demi keselamatan mereka dari para penganiaya mereka. Karena Gereja Koptik Mesir pada zaman Romawi menjadi gereja yang teraniaya, maka tarikh Koptik yang ditandai dengan peredaran bintang Siriuz, disebut dengan Tahun Kesyahidan (Anno Martyri), yang tidak termasuk tahun syamsiah (matahari) ataupun qamariyah (bulan), tetapi disebut tahun kawakibiyah (tahun bintang).

Bahasa / Dialek Khas


Kata "musyakirin awi ala ..." (Terima kasih banyak atas...) adalah dialek khas Mesir, kata "awi" asalnya dari: "qawwi" (besar), dalam bahasa Arab klasik: "Syukran 'ala... " (terima kasih atas...), atau "Alfu syukran 'ala ..." (beribu terima kasih atas...)

Sumber:
Artikel Bambang Noorsena SH, MA. “Selayang Pandang Kristen Koptik dalam Novel dan Film Ayat-ayat Cinta”