Selayang Pandang
Tradisi Kristen Koptik di Mesir
Gereja
Ortodoks Koptik adalah gereja pribumi Mesir. Gereja ini lahir sejak awal sejarah
Kekristenan, diawali dari kedatangan Rasul Markus, murid Rasul Petrus sekaligus
penerjemahnya, yang juga dikenal sebagai penulis Injil Markus. Markus mati
syahid di Alexandria tahun 54 M, dan sejak saat itu Kekristenan berkembang
pesat di "Negeri Firaun" itu.
Berbeda
dengan gereja-gereja di wilayah Arab
utara, khususnya Gereja Ortodoks Syria, yang sejak
sebelum zaman Islam sudah menggunakan bahasa Arab, terbukti dari temuan-temua
prasasti pra-Islam di wilayah Syria (Inskripsi
Zabad tahun 512 M, Inskripsi Ummul Jimmal para abad VI M, dan inskripsi Hurran
al-Lajja tahun 568 M),
Gereja
Koptik mula-mula memakai bahasa Koptik. Tetapi setelah kedatangan Islam, Gereja
Koptik di Mesir mulai memakai bahasa Arab, berdampingan dengan bahasa Koptik.
Bahasa Koptik adalah bahasa zaman Firaun yang aksara-aksaranya diperbarui
dengan meminjam aksara Yunani.
Perlu
dicatat pula, di seluruh gereja Timur, termasuk Gereja Ortodoks Koptik, masih
dilestarikan tata-cara ibadah dalam penghayatan budaya Kristen mula-mula.
Misalnya:
·
Shalat Tujuh Waktu (Sab'ush shalawat),
·
Shaum al-Kabir (Puasa Besar) pra-Paskah, selama
minimal 40 hari,
·
Membaca Injil dengan cara dilantunkan secara tartil (dikenal dengan Mulahan
Injil-yang paralel dengan Tilawat al-Qur'an, dan masih banyak lagi.
Anda
bisa menyaksikan seorang pemuda yang komat-kamit membaca Kitab di tangannya
sewaktu naik bus, atau kendaraan lain di Mesir. Siapakah mereka? Ternyata bukan
hanya pemuda Islam yang membaca al-Qur'an, tetapi juga pemuda-pemuda Koptik
dengan tatto Salib di tangan sedang membaca kitab Agabea. Itulah Kitab
Shalat Tujuh waktu, yang tidak pernah mereka alpakan, juga ketika
mereka sedang berkendara di jalan, sepulang kantor, atau berangkat ke kampus.
Informasi
terakhir, meskipun orang Muslim atau orang Kristen di Mesir sama-sama berbahasa
Arab, tetapi antara keduanya tetap bisa dibedakan. Idiom-idiom keagamaan mereka
berbeda, tetapi juga tidak jarang pula sama atau paralel. Di koran-koran
berbahasa Arab, ucapan bela sungkawa orang Kristen biasanya diawali ungkapan: Intiqala
ila Amjadis samawat (Telah
berpulang kepada Kemuliaan Surgawi), cukup mudah dibedakan dengan kaum
Muslim: Inna Iillahi wa Inna Ilayhi Rajiun (Sesungguhnya semua karena Allah dan kepada-Nya pula semua akan kembali).
Tapi ada banyak persamaan tradisi, misalnya: pertunangan, perkawinan, kematian,
dan masih banyak lagi.
Tradisi Kristen
Koptik
Tradisi
untuk membaca Kitab Suci dengan tartil bukan hanya tradisi Islam,
melainkan tradisi Timur Tengah (baik Yahudi maupun Kristen Timur) jauh sebelum
lahirnya Islam. Sampai hari ini, gereja-gereja Timur (baik Gereja-gereja
Ortodoks maupun Katolik ritus Timur) membaca Kitab Suci yang tidak jauh
berbeda.
Bedanya,
dalam Islam diawali dengan rumusan Basmalah :
Bismillahi
rahmani rahim (Dengan Nama Allah Yang
Pengasih dan Penyayang),
sedangkan
dalam Kristen dengan membuat tanda salib dan berkata:
Bismil Abi wal
Ibni wa Ruhil Quddus al-Ilahu Wahid, Amin (Dengan Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah Yang Maha Esa, Amin).
Kata
"shalat", di Mesir dan di negara-negara Arab yang di dalamnya umat
Islam dan Kristen hidup bersama-sama, bukan merupakan terma eksklusif Islami.
Jadi berbeda dengan negara-negara Muslim non-Arab.
Orang-orang
Kristen Koptik juga mengenal waktu-waktu shalat yang tujuh kali sehari. Waktunya sama dengan
shalat Islam, ditambah dengan "shalat
jam ketiga" (kira-kira jam 09.00
pagi, untuk memperingati turunnya Roh Kudus, Kis. 2:15), dan jam 24.00 tengah
malam, yang dikenal dengan, shalat Nishfu Lail (tengah-malam).
Lima
waktu shalat selebihnya untuk mengenal Thariq al-Afam (Via Dolorosa) atau
jam-jam sengsara Kristus.
Lebih
jelasnya, kala shalat, jauh sebelum zaman Islam kata ini sudah dipakai dalam
bentuk Aram tselota. Menariknya, waktu-waktunya memang sama dengan Islam
(Subuh, Dhuhr, Asyar, Maghrib dan Isya), dan dua sisanya sejajar dengan salat
sunnah Dhuha dan Tahajjud. Meskipun demikian, istilah, untuk waktu-waktu salat
tersebut berbeda, dan waktu-waktu doa ini mempunyai makna teologis terkait
dengan jam-jam sengsara Yesus Kristus
(Thariq al-Afam) sebagai berikut:
1. "Salat jam pertama" (Shalat as Saat al-Awwal),
kira-kira jam 06.00 pagi waktu kita, untuk mengenang saat kebangkitan
Kristus Isa Al-Masih) dari antara orang mati (Markus16:2).
2. "Salat jam ketiga" (Shalat as-Sa'at ats-Tsalitsah),
kira-kira jam 9 pagi, yaitu waktu pengadilan Kristus dan turunnya Roh
Kudus (Markus 15:25; Kisah 2:15).
3. "Salat jam keenam" (Shalat as-Sa'at as-Sadi-sah),
kira-kira jam 12 siang, yaitu waktu penyaliban Kristus (Markus 15:33,
Kisah 3:30).
4. "Salat jam kesembilan" (Shalat as-Saat at Tasiah),
kira-kira jam 3 petang, untuk mengenang kematian Kristus
(Markus 15:33,38; Kisah 3:1);
5. "Salat Terbenamnya Matahari" (Shalat al-Ghurub),
yaitu waktu penguburan jasad Kristus (Markus15:42).
6. "Salat waktu tidur" (Shalat ai-Naum),
untuk mengenang terbaringnya tubuh Kristus; dan
7. "Salat Tengah Malam" (Shalat as-Satar atau Shalat Nishfu al-Layl)
adalah jam berjaga-jaga akan kedatangan Kristus (Isa Al-Masih) yang
kedua kalinya (Wahyu 3:3).
Salat Tujuh
waktu (As-Sab'u Shalawat) ini, sama sekali tidak ada hubungannya dengan
Islam. Mengapa? Karena praktek doa ini, khususnya seperti yang dipelihara di
biara-biara, sudah ada jauh sebelum zaman Islam. "Kanonisasi (waktu-waktu) salat" (Shalat al-Fardhiyah), sudah
mulai dilakukan dalam sebuah dokumen gereja kuno berjudul Al-Dasquliyyat atau
Ta'alim ar-Rusul yang editing terdininya dikerjakan oleh St.Hypolitus pada
tahun 215 M.
TRADISI LAINNYA
Tentang Nama
Nama
Girgis (arabisasi dari nama George, seorang santo atau al-qidis, yang sangat populer di Gereja-gereja
orthodoks), Butros (arabisasi dari Petrus) dan nama-nama dalam bahasa
Yunani, Ibrani atau Koptik, orang-orang Kristen Arab bisa juga memakai
nama-nama Arab sebelum dan sesudah Islam.
Biasanya,
nama-nama
Kristen Arab misalnya: Abdul
Masih (Hamba Kristus), Abdul Fadi (Hamba
Sang Penebus), cukup mudah dibedakan dengan nama-nama Arab Muslim: Abdul Aziz, Ramadhan, Mahmud, Ahmad, Ashraf dan sebagainya.
Tetapi
nama-nama seperti Abdullah (Hamba Allah),
Ibrahim, Ishak, Mukmin, dan masih banyak lagi, adalah nama-nama netral yang
dipakai baik orang Kristen maupun Islam
Tradisi Tattoo
Munculnya
tradisi tattoo salib di tangan, pertama kali berasal dari masa penganiayaan.
Tanda itu menjadi semacam kode sesama umat Kristen demi keselamatan mereka dari
para penganiaya mereka. Karena Gereja Koptik Mesir pada zaman Romawi menjadi
gereja yang teraniaya, maka tarikh Koptik yang ditandai dengan peredaran
bintang Siriuz, disebut dengan Tahun Kesyahidan (Anno Martyri), yang tidak
termasuk tahun syamsiah (matahari) ataupun qamariyah (bulan), tetapi disebut
tahun kawakibiyah (tahun bintang).
Bahasa / Dialek Khas
Kata
"musyakirin awi ala ..." (Terima kasih banyak atas...) adalah dialek khas Mesir, kata
"awi" asalnya dari: "qawwi" (besar), dalam bahasa Arab klasik: "Syukran 'ala... " (terima kasih atas...), atau "Alfu
syukran 'ala ..." (beribu terima kasih atas...)
Artikel Bambang Noorsena SH, MA. “Selayang Pandang Kristen
Koptik dalam Novel dan Film Ayat-ayat Cinta”